Finaninsia – Sejarah sistem transaksi terus berkembang sampai saat ini. Perkembangan itu di awali dengan sistem barter, sistem uang emas dan perak, sistem uang kertas, dan mungkin akan terus mengalami perkembangan sesuai dengan tuntutan kebutuhan manusia.
Pada mulanya kehidupan manusia adalah sangat simpel. Dalam artian, untuk memenuhi kebutuhannya, manusia cukup menangkap ikan, berburu hewan ataupun memetik buah-buahan yang sudah terdapat di hutan. Dengan semakin bertambahnya populasi manusia, makin lama kebutuhan menjadi semakin kompleks jenisnya dan jumlahnya semakin besar. Sehingga tidak mungkin seseorang dapat memenuhi kebutuhan hidupnya sendiri.
Setiap orang merasa membutuhkan barang-barang hasil usaha orang lain, karena fitrah manusia sebagai makhluk sosial sudah merupakan sunnatullah di dunia ini. Karena itu, sistem pertukaran barang dan jasa sangat diperlukan guna mempermudah proses pemenuhan kebutuhan hidup.
Sejarah Sistem Transaksi dari Masa Ke Masa
sejarah sistem transaksi akan di uraikan berikut ini:
1. Sistem Barter
sejarah sistem transaksi yangg pertama adalah sistem barter. Barter merupakan sistem transaksi pertama kali yang digunakan manusia. Barter adalah sistem pertukaran antara barang dengan barang atau jasa dengan jasa atau barang dengan jasa atau sebaliknya. Namun dalam perjalanannya terdapat beberapa kendala, yaitu:
- Sulitnya untuk menyamakan keinginan atas barang atau jasa yang ditukarkan. Jika kita ingin menukarkan gandum dengan daging, terkadang pemilik daging tidak mempunyai keinginan atas gandum yang kita
- Sulit menentukan kadar nilai barang yang kita tukarkan, karena ada perbedaan
- Sulit untuk menyimpan komoditas yang kita miliki sampai kita menemukan orang yang menginginkan atas komoditas tersebut. Biasanya barang tersebut rusak sebelum keinginan terealisasi.
2. Sistem Uang Komoditas (Commodity Money)
Uang komoditas dipandang sebagai bentuk paling lama. Sejak orang-orang menemukan kesulitan dalam sistem barter, mereka kemudian menjadikan salah satu barang komoditas yang bisa diterima secara luas, dan dari segi kuantitas mencukupi kebutuhan untuk berfungsi sebagai alat tukar menukar dan unit hitungan terhadap barang komoditi dan jasa lainnya.
Bangsa Arab jahiliyah menggunakan unta dan kambing. Sebagian suku-suku Afrika menggunakan sapi dan kambing. Penduduk Tibet menggunakan teh-teh ikat. Penduduk Virginia menggunakan tembakau-tembakau ikat. Bangsa Indian menggunakan gula dan wol. Penduduk Ethiopia menggunakan garam, dan sebagainya.
Akan tetapi kemudian muncul kesulitan dalam penyimpanan dan ketersediaannya. Selanjutnya dipergunakan batu sebagai alat tukar, tetapi karena terjadinya penumpukan batu, akhirnya alat (batu) tersebut tidak mempunyai nilai.
Baca juga :
- Manajemen Aset: Pengertian, Manfaat, Tujuan, Fungsi dan Tips Untuk Perusahaan
- Motif Ekonomi : Pengertian, Macam-Macam Serta Tujuannya
- Perbedaan Debit dengan Kredit
- Advis : Pengertian, Jenis, Perkembangan, dan Tujuannya
- Debit dan Kredit : Pengertian, Penggunaan, dan Perbedaannya
- Strategi Penjualan : Pengertian, Fungsi, Contoh dan Manfaatnya
- Value Proposition : Definisi, Fungsi, Komponen Utama, dan Struktur Bagiannya
3. Sistem Uang Logam (Metallic Money)
Seiring dengan perkembangan zaman, akhirnya manusia menggunakan logam mulia berupa emas dan perak sebagai alat tukar. Proses tersebut berdasarkan atas kelangkaan yang masuk akal dan tidak mudah rusak dalam waktu yang relatif lama, serta mudah digunakan dan dapat diterima berbagai pihak.
Suatu negara dianggap telah mempraktikkan sistem uang emas bila negara tersebut telah menggunkaan standar emas dalam transaksi perdagangan baik di dalam maupun di luar negeri. Yang digunakan sebagai alat transaksi adalah emas sebagai mata uang atau uang kertas yang bisa ditukarkan dengan emas, sehingga nilai mata uang negara itu selalu terkait (ditopang) dengan nilai emas (gold standar).
Pada awalnya yang digunakan sebagai alat tukar adalah fisik dari logam mulia tersebut. Seiring dengan berjalannya waktu, manakala volume perdagangan luar negeri semakin luas, keuntungan-keuntungan menjadi semakin meningkat harta semakin berkembang. Diperlukan seseorang yang dipercaya atau tempat yang aman untuk menitipkan uang-uang logam (mulia) tersebut, karena khawatir akan risiko kehilangan atau risiko pencurian. Maka, mereka menitipkan uang-uangnya pada penyimpanan-penyimpanan tukang emas, tempat penukaran emas, atau pemuka-pemuka agama.
Pihak-pihak itu kemudian memberikan akta berbentuk kertas (banknote) yaitu janji pihak penerima titipan (bank promise) untuk membayarkan uang logam kepada pemilik kertas ini ketika ada permintaan. Akta ini bukanlah uang, namun memberikan kepada pemiliknya dua hal: pertama, menjaga uang dari pencurian dan kehilangan. Kedua, memberikan kemungkinan kepada pemiliknya untuk melakukan transfer uang dari satu tempat ke tempat lain. Akta-akta ini mendapat sambutan baik karena diterbitkan seseorang atau lembaga yang mempunyai reputasi keuangan yang baik di negeri pedagang itu.
4. Sistem Uang Kertas
Kepercayaan orang-orang semakin tumbuh terhadap banknote yang diterbitkan lembaga keuangan ini. Dalam kenyataannya lembaga keuangan menemukan bahwa sebagian besar kertas-kertas ini berada dalam peredaran tanpa ditukarkan ke uang logam. Jadi, kertas-kertas itu menjadi uang yang digunakan secara langsung untuk membeli barang atau jasa dan tidak memiliki penopang secara total. Kondisi semakin menguat ketika terjadi Perang Dunia I (1914), yang membuat saldo emas memburuk sedangkan kebutuhan pemerintah terhadap pembiayaan meningkat.
Keadaan ini medorong negara-negara di dunia menahan saldo emasnya. Kemudian uang kertas tidak dapat ditukar dengan emas, padahal sebelumnya memiliki kekuatan nilai tukar yang bersumber dari saldo emas senilai. Setelah itu, uang kertas memiliki kekuatan nilai tukar dari beberapa unsur lain, namun masih menggunakan unsur emas sebagai salah satunya.
Namun, emas tidak secara total kehilangan sifat uangnya, bahkan senantiasa digunakan dalam hubungan internasional walaupun dilarang beredar sebagai mata uang sejak tahun 1914 M. Banyak negara yang harus membayar kewajiban utang- utangnya yang dibebankan dengan emas, ini pada satu sisi.
Pada sisi lain, emas masih digunakan sebagai cadangan devisa di bank-bank, walaupun syarat ini tidak umum bagi semua bank. Apabila bank menyimpan sejumlah emas sebagai saldo mata uangnya, akan memberikan kekuatan nilai tukar.
Jika dulu terjadinya peralihan sistem uang dari logam ke kertas adalah melalui proses perkembangan yang panjang, diawali dengan motif keamanan dan kenyamanan bertransaksi menggunakan kertas-kertas banknote sebagai pengganti saldo emas yang disimpan di lembaga penitipan uang emas.
Namun, kemudahan dan keamanan itu sirna ketika kemudian kertas-kertas itu menjadi uang dalam arti yang sesungguhnya secara hukum menggantikan posisi uang logam. Disini orang- orang kemudian berpikir menemukan media lain untuk menjaga uang kertas dari risiko pencurian dan kehilangan pada satu sisi dan mempermudah transaksi pada sisi lain, maka muncul cek, kartu ATM, kartu debit, kartu kredit, dan sebagainya.
5. Mata uang digital
Perkembangan teknologi informasi memunculkan ide untuk menciptakan mata uang virtual yang secara bertahap akan menghapuskan uang fisik. Uang virtual (digital), sekarang dikenal sebagai cryptocurrency, ini adalah aset kriptografi yang sulit dipalsukan atau disalin. Cryptocurrency dikembangkan dalam sistem terdesentralisasi menggunakan teknologi blockchain, yaitu kumpulan data (buku besar terdistribusi) yang dikelola oleh satu jaringan komputer.
Penggunaan mata uang digital memiliki keunggulan karena memiliki kecepatan transfer dan profitabilitas yang cepat dan mudah. Sistem transaksi moddel seperti inijuga mengurangi risiko kegagalan seluruh sistem. Di sisi lain, nilai mata uang digital juga memiliki sisi negatif, antara lain volatilitas yang tinggi, yang berarti termasuk dalam kategori instrumen keuangan berisiko tinggi jika digunakan sebagai penyimpan nilai penyimpan nilai, operasi penambangan yang membutuhkan listrik dalam jumlah besar, dan berisiko digunakan untuk mendukung kegiatan kriminal karena sistem desentralisasi di luar kendali pemerintah.
Sebagian besar bank sentral di seluruh dunia masih melarang penggunaan mata uang digital (cryptocurrency) sebagai alat pembayaran yang sah karena tidak dikontrol oleh otoritas moneter setempat (bank sentral). Namun, dalam beberapa tahun terakhir, beberapa bank sentral mulai membahas pembuatan mata uang digital yang disebut Central Bank Digital Currency (CBDC). CBDC tentu saja berbeda dengan cryptocurrency yang beredar saat ini (Bitcoin, Ethereum, dll.) Nilainya akan lebih stabil.
Pembuatan CBDC sebagai alternatif dari mata uang konvensional setidaknya harus memenuhi syarat bahwa CBDC harus memenuhi kriteria sebagai sarana pertukaran yang nyaman dan murah seperti akun berbasis uang mata uang biasa. Ini dapat dipahami karena akun CBDC dikelola langsung di Bank Sentral atau akun yang dapat diakses oleh bank komersial melalui skema kemitraan publik-swasta.
CBDC memberikan pengembalian (bunga) yang melacak pengembalian aset keuangan bebas risiko seperti sekuritas pemerintah sehingga berfungsi sebagai penyimpan nilai. CBDC tersedia secara luas untuk umum sebagai alternatif mata uang konvensional dengan biaya konversi/konversi berjenjang terjadwal antara CBDC dan mata uang reguler. Kerangka kebijakan moneter dapat menjaga nilai CBDC tetap stabil dari waktu ke waktu dibandingkan dengan kebijakan pengendalian inflasi (Bordo et al., 2017).
Kesimpulan
Sejarah sistem transaksi dapat di bagi dalam empat tahapan yaitu transaksi sistem barter, sistem uang komoditas, sistem uang logam, sistem uang kertas dan yang terakhir adalah sistem transaksi uang digital.
Post Views: 2